Jurit Malam di Bukit Prewangan
Oleh: Widodo, S.Pd.
Â
Namaku Sunaryo. Mahasiswa semester akhir dari jurusan Pendidikan. Aku sedang menjalani KKN di desa Singgalang Jaya bersama empat kawanku: Dani si ahli UMKM, Fitri sang pakar pertanian dan peternakan, Agus yang rohaniawan serba agama, dan Waluyo sang arsitek jamban dan jembatan.
Tugas mulia kami bermacam-macam. Tapi malam itu, tugasku terasa agak tidak mulia: membina jurit malam pramuka SD Singgalang Jaya kelas 5. Lokasinya? Di bukit Prewangan. Namanya saja sudah membuat bulu kuduk naik.
"Bro, serius lu yang mimpin jurit malam?" tanya Dani sambil mengoles minyak kayu putih di leher. "Tempatnya itu, lho, kata warga suka ada yang... gentayangan."
Aku mengibaskan tangan. "Ah, itu cuma mitos. Yang penting anak-anak bisa belajar keberanian dan... sedikit trauma ringan."
Pukul 00.00. Alarm jam ayam berbunyi. Anak-anak dibangunkan satu regu satu regu. Tanpa senter, hanya berbekal doa dan nyali.
Pos pertama: Pos Kedisiplinan. Semua berjalan baik. Anak-anak berbaris rapi, walau ada yang menguap sambil merem. Tapi ketika melangkah ke jalur berikutnya...
"Aaaaakk!! Barongannya gerak, Kak! GEDRUK!!! GEDRUK!!"
"Tenang... tenang... Itu Kak Agus dalam kostum," ucapku menahan tawa. Agus, dengan tubuh besar dan tarian geal-geolnya ala raksasa Jawa, malah membuat dua anak pingsan. Kostum gedruknya terlalu total.