Hai Kompasiner! Siapa nih yang pengen beli mobil listrik? Cerita yuk!Â
Canggihnya Mobil Listrik, Tapi Apakah Cukup Jadi Alasan untuk Beralih?
Aku selalu penasaran dengan teknologi mobil listrik. Dari jauh, kesannya keren dan futuristik---desain ramping, suara yang nyaris tak terdengar, dan fitur-fitur kekinian seperti auto pilot drive yang bikin mulut spontan bilang, "Wow, ini sih mobil masa depan banget." Dan beberapa kali aku pernah mendapatkan kendaraan listrik saat memesan kendaraan online, jujurly kagum sih sama kecanggihannya!
Tapi makin aku pelajari, makin aku ragu. Mungkin karena aku masih tipe yang percaya bahwa yang sederhana itu justru lebih awet. Mobil bensin yang katanya 'kuno' itu, nyatanya bisa bertahan belasan tahun kalau dirawat baik-baik. Sementara mobil listrik? Teknologinya memang canggih, tapi semakin canggih sesuatu, bukankah makin besar pula potensi error-nya? Mirip dengan gadget, dulu saat handphone masihs ederhana banget terasa awet pemakainnya, sekarang? semakin canggih gadget kok cepat rusak?
Aku bukan anti-inovasi. Aku juga nggak menutup mata bahwa mobil listrik menawarkan banyak keunggulan. Nol emisi, irit biaya bahan bakar, bahkan nyaris tanpa suara saat melaju---yang pasti jadi nilai plus buat lingkungan dan kenyamanan berkendara. Belum lagi fitur regenerative braking yang bisa mengisi ulang baterai saat pengereman, sampai ke sistem entertainment dan panel layar yang semuanya serba digital. Ya, seperti mengendarai gadget raksasa.
Tapi di balik semua itu, ada juga ketakutan yang tak bisa kuabaikan. Bagaimana kalau auto pilot-nya error? Bagaimana kalau mobil tiba-tiba nge-hang di tengah jalan? Atau, lebih sederhana lagi---gimana kalau aku tinggal di daerah yang colokan charger-nya belum tersedia?
Kita juga harus jujur bahwa Indonesia ini luas, sangat luas dengan jalanan yang nggak selalu aspal masih selalu ada daerah yang bahkan belum tersentuh pembangunan apalagi kalau bicara internet ya kan? Misalnya saja nih kampung mamak dan papa di ujung Sumatera Utara sana, sinyal saja masih susah. Kadang harus naik ke atas bukit dulu kalau mau telepon. Listrik juga kadang byar-pet. Bayangkan jika aku pulang kampung naik mobil listrik, keknya kalau masuk jalanan non aspal udah eror deh itu hehe, cari SPBU saja susah apalagi charger station?
Ada satu hal lagi yang bikin aku masih enggan sepenuhnya meninggalkan mobil bensin : suara mesin. Buatku, suara itu adalah "nyawa" dari pengalaman berkendara. Dentuman mesin saat dinyalakan, deru saat akselerasi---semua itu seperti komunikasi tak kasat mata antara mobil dan pengemudi. Di mobil listrik yang nyaris senyap, rasanya ada yang hilang. Entah kenapa aku merasa kurang 'terhubung'.
Lalu soal jarak tempuh. Aku termasuk yang suka bepergian jauh, dan di sinilah PR besar mobil listrik terasa. Waktu pengecasan yang belum secepat isi bensin dan terbatasnya charging station bikin aku berpikir dua kali. Apalagi kalau harus menempuh rute antar kota atau area yang sinyal saja kadang putus-nyambung, apalagi colokan listrik.
Jadi apakah semua kecanggihan itu cukup jadi alasan untuk beralih? Untuk sebagian orang, mungkin iya. Tapi buatku pribadi, belum. Bukan berarti aku menolak perubahan. Hanya saja, aku ingin beralih karena yakin dan nyaman, bukan karena tren.
Mobil listrik memang membawa kita ke arah yang lebih ramah lingkungan dan modern, tapi rasanya masih banyak ruang untuk disempurnakan---baik dari sisi teknologi, kesiapan infrastruktur, maupun soal rasa percaya dari para pengemudi klasik seperti aku.