Sudah 1,5 tahun atau tepatnya 18 bulan saya menggunakan sepeda motor listrik merek V* (baca: Membeli Dua Barang Idaman dengan "Gratis"), dan sejauh ini saya merasa diuntungkan dalam banyak aspek. Saya memilih tipe dengan sistem dua batere: satu LiFePO4 sebagai batere utama, dan satu SLA sebagai cadangan. Penggunaan saya sederhana: pergi-pulang kerja sejauh 3,5 km, sesekali ke toko atau ke warkop terdekat.
Kini odometer menunjukkan angka 3.500 km. Batere LiFePO4 masih tampil prima---tarikan responsif, stabil saat menyalip, dan tidak menunjukkan penurunan performa. Sementara SLA lebih saya anggap seperti ban serep: berguna saat lupa mengecas, tapi tak ideal untuk performa. Tarikannya lemah, tak cocok untuk jalan menanjak atau bermanuver cepat. Sejujurnya, batere jenis SLA ini sebaiknya ditinggalkan sebagai sumber tenaga utama. Ia cocok hanya sebagai pelengkap.
Saya tetap berhati-hati untuk perjalanan agak jauh. Rata-rata batere LiFePO4 bisa menempuh 40--50 km dalam sekali isi penuh, tergantung gaya berkendara dan kondisi jalan. Batere SLA lebih rendah, 30--35 km. Saya selalu pastikan kondisi batere penuh sebelum berangkat jauh. Tapi untuk rutinitas harian, itu semua sudah lebih dari cukup.
Satu pengisian daya dari 10% ke 100% memerlukan waktu sekitar 4 jam dengan charger berdaya 600 watt. Hitung-hitungannya sederhana:
600 watt 4 jam = 2.400 watt = 2,4 kWh
2,4 kWh Rp1.500 = Rp3.600 sekali cas
Dengan penggunaan ringan, saya cukup mengecas seminggu sekali. Artinya, dalam sebulan hanya sekitar Rp15.000. Dalam 18 bulan, saya hanya mengeluarkan Rp270.000 untuk listrik.
Sebagai pembanding, sebelumnya saya menggunakan sepeda motor bensin dengan konsumsi 25 km per liter. Dengan total jarak 2.520 km (jarak pergi-pulang kantor saja selama 18 bulan), saya memerlukan sekitar 100 liter bensin. Itu berarti pengeluaran sekitar Rp1.000.000 untuk pertalite.
Belum lagi soal oli. Dulu, tiap 2.000 km saya harus ganti oli dengan biaya sekitar Rp50.000. Dengan motor listrik, saya sudah melupakan ritual itu sepenuhnya. Tidak ada oli mesin, tidak ada ganti busi, tidak ada tune-up.
Pajak tahunan? Nol rupiah. Yang dikenakan hanya SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan), yaitu sekitar Rp35.000. Bandingkan dengan motor bensin yang bisa mencapai ratusan ribu rupiah per tahun, tergantung kapasitas mesin.
Jadi, bila ditotal, dalam 18 bulan saya hanya mengeluarkan: