Mohon tunggu...
Salwa Salsabilah Harfiyah
Salwa Salsabilah Harfiyah Mohon Tunggu... mahasiswa

hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Istibdal Wakaf Masjid ditengah Perubahan Demografis : Kajian Fiqih dan Hukum Islam

7 Juli 2025   21:15 Diperbarui: 7 Juli 2025   21:19 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : gambaran wakaf (milik sendiri)

 

Wakaf merupakan salah satu instrumen penting dalam ajaran Islam yang bertujuan untuk keberlangsungan amal jariyah dan kemaslahatan umat. Di antara bentuk wakaf yang umum adalah wakaf masjid. Namun dalam realitas sosial, perubahan demografi sering kali menyebabkan tantangan dalam pengelolaan aset wakaf, termasuk masjid yang dulunya ramai kini menjadi sepi atau bahkan tak terpakai karena pergeseran penduduk, terutama peralihan mayoritas dari Muslim ke non-Muslim. Dalam kondisi seperti ini, muncul pertanyaan penting: Apakah masjid yang sudah tidak lagi berfungsi secara ideal boleh dialihkan atau diganti (istibdal)?  Artikel ini akan membahas secara rinci konsep istibdal, contoh kasus masjid di wilayah yang mengalami perubahan demografi, serta analisis dari perspektif fikih dan hukum positif di Indonesia.  Istibdal dalam konteks wakaf adalah tukar guling atau penggantian harta benda wakaf dengan harta benda wakaf lain yang dianggap lebih baik atau lebih bermanfaat. Sebelum itu mari kita bahas apa itu wakaf. Secara syariah wakaf berarti menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah SWT. Wakaf secara istilah, dapat mengacu pada Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yaitu wakaf ialah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut syariah. Jadi wakaf merupakan barang yang telah dipisahkan kepemilikannya, baik dari individu maupun institusi, yang kemudian diserahkan kepemilikannya untuk kepentingan umum. Sehingga harta wakaf boleh dimanfaatkan oleh siapa saja tanpa terkecuali, namun pokok wakaf tidak terpakai (habis), wakaf harus dijaga dan dikembangkan menjadi lebih produktif agar pokoknya tidak habis terpakai. Seperti Pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya.  Sedangkan Istibdal itu sendiri secara Bahasa adalah mengganti atau menukar. Dalam konteks wakaf, istibdal adalah proses penggantian harta benda wakaf dengan harta lain yang memiliki nilai dan fungsi yang sama atau lebih baik. Menurut Pasal 40 UU Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, istibdal diperbolehkan dengan syarat adanya izin tertulis dari Menteri Agama atas pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI) serta harta pengganti harus negligible sepadan nilainya dan tetap digunakan sesuai tujuan wakaf.  Pendapat fikih yang membolehkan istibdal, harta benda wakaf berdasarkan pertimbangan kemanfaatan harta benda wakaf, diakomodir oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf yang membolehkan penukaran harta benda wakaf demi menjaga manfaat harta benda wakaf. Hanya saja, kebolehan penukaran harta benda wakaf dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf diberi batasan, yaitu apabila digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah serta telah memperoleh izin tertulis dari Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pelaksanaan penukaran harta benda wakaf hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri Agama atas persetujuan dari Badan Wakaf Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut, Badan Wakaf Indonesia telah menerbitkan Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyusunan Rekomendasi terhadap Permohonan Penukaran/ Perubahan Status Harta Benda Wakaf. Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tersebut, pada pokoknya memberikan kewenangan kepada BWI untuk melakukan pemeriksaan dokumen penukaran hartabenda wakaf dan penilaian penukaran harta benda wakaf, yaitu dengan melakukan evaluasi aspek administratif, aspek produktif dan aspek legitimate dan fikih. Pertama, Aspek authoritative, aspek produktif, dan aspek legitimate dan fikih. Selain alasan tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menambahkan alasan lain dibolehkannya penukaran harta benda wakaf, yaitu harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf dan pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung atau mendesak. Alasan yang tepat saja dalam melakukan penukaran tanah wakaf belum dianggap cukup untuk keluarnya izin dari Menteri Agama, masih ada syarat lain yang harus dipenuhi terkait dengan tanah penukar, yaitu: a) harta benda penukar memiliki sertifikat atau bukti kepemilikan sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b) nilai dan manfaat harta benda penukar sekurangkurangnya sama dengan harta benda wakaf semula dengan perhitungan bahwa harta benda penukar memiliki Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sekurang-kurangnya sama dengan NJOP harta benda wakaf dan harta benda penukar berada di wilayah yang strategis dan mudah untuk dikembangkan.  seperti halnya waqaf masjid, misal ada sebuah kasus di suatu daerah yang dimana daerah itu dulu dihuni oleh orang-orang muslim sehingga ada seseorang yang mewaqafkan masjid di daerah itu dan masjid itu digunakan sebagaimana fungsinya namun setelah beberapa tahun orang yg mewakafkan telah meninggal dan kampung yang di waqafkan masjid itu berubah menjadi perkampungan orang non muslim dan masjid itu sudah tidak digunakan lagi, Apakah masjid ini boleh di-istibdal, misalnya dengan ditukar atau dijual lalu hasilnya digunakan untuk membangun masjid baru di lokasi yang lebih strategis dan bermanfaat? dari pada masjid disana tidak digunakan atau malah di salah gunakan maka dilakukakanlah yang namanya istibdal yaitu penjualan harta benda wakaf untuk dibelikan harta benda lain sebagai penggantinya. seperti masjid yang sudah ada di daerah itu dijual kemudian uang dari hasil jual itu digunakan untuk membangun masjid.  Kita dapat menganalisis kasus tersebut secara Hukum dan Fikih, yang pertama dapat dilihat dari Keberadaan Fungsi Masjid  tersebut Jika masih ada potensi jamaah Muslim (misalnya, hanya sementara kosong), maka istibdal sebaiknya ditunda. Namun Jika daerah tersebut sudah benar-benar tidak mungkin lagi digunakan untuk kegiatan keislaman (seperti berada di tengah komunitas non-Muslim yang tertutup), maka istibdal menjadi opsi yang layak dipertimbangkan.  Yang kedua dilihat dari Kemaslahatan Umat yaitu Prinsip dasar wakaf adalah kemaslahatan. Bila aset wakaf tidak lagi memberikan manfaat dan bisa memberikan kemaslahatan lebih besar melalui istibdal, maka dibolehkan menurut hukum positif dan sebagian ulama. Yang ketiga melalui Prosedur yang Lawful yaitu Istibdal dalam kasus ini memerlukan izin resmi dari Kementerian Agama dan BWI, serta dilakukan dengan pengawasan nazhir (pengelola wakaf) dan juga Harta pengganti harus digunakan untuk tujuan yang sama, misalnya pembangunan masjid baru di lokasi yang masih banyak Muslim.  Jadi kesimpulannya Masjid yang dibangun dari wakaf tidak serta-merta boleh dipindah atau dijual hanya karena tidak lagi digunakan. Namun, jika masjid tersebut benar-benar tidak memiliki fungsi karena perubahan add up to pada demografi dan lingkungan sosial, maka istibdal menjadi solusi yang diperbolehkan secara hukum positif dan dibolehkan dalam pandangan sebagian ulama dengan syarat ketat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun