Oleh: Harmoko | Senin, 7 Juli 2025
Ketika Brosur Indah, Tapi Kenyataan Pahit
Dulu, mereka membeli dengan semangat. Ada brosur berwarna-warni yang menjanjikan rumah impian dengan harga subsidi, lengkap dengan mushola, taman bermain, pos keamanan, hingga jalan mulus beraspal. Tapi kini, yang tersisa hanya bangunan berdiri di atas tanah berdebu, tanpa fasilitas, tanpa pengembang, dan tanpa kepastian.
Warga pun saling pandang. Mereka telah membayar lunas uang muka, mencicil KPR dengan disiplin, tapi impian mereka ikut dibawa kabur oleh pengembang yang perlahan "menghilang dari radar".
Inilah kisah nyata yang makin sering terjadi di banyak perumahan subsidi: rumah dibeli, tapi pengembang pergi sebelum janji ditepati.
Pola Lama yang Masih Terjadi
Fenomena ini bukan baru. Banyak warga di perumahan subsidi dari Bekasi, Serang, Sidoarjo, hingga Lampung mengeluhkan hal serupa: setelah semua unit terjual, pengembang tidak menyelesaikan pembangunan fasilitas umum yang dijanjikan.
Fasilitas yang belum (atau tidak) dibangun antara lain:
- Jalan utama yang masih berupa tanah atau cor semen darurat.
- Taman bermain yang hanya jadi gambar di spanduk lama.
- Pos satpam yang tinggal kerangka tanpa atap.
- Drainase yang belum berfungsi, menyebabkan banjir saat hujan.
- Mushola dan tempat ibadah yang tidak kunjung muncul.
Pengembang yang awalnya rajin berkomunikasi, tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Nomor kantor tak aktif, kantor pemasaran tutup, bahkan proyek tak jelas siapa yang memegang tanggung jawabnya.
Dampaknya: Warga Jadi Korban Ganda