Setelah bertahun-tahun hidup nomaden dari kontrakan ke kontrakan, akhirnya si Budi---bukan nama sebenarnya karena malu---berhasil punya rumah subsidi tipe 36/72. Cicilan cuma 900 ribuan per bulan. Bangga dong?
Tentu. Sampai listriknya sering anjlok, air kadang mogok, jalan depan rumah rusak, dan... eh, jarak ke kantor 2,5 jam sekali jalan.
Akhirnya Budi sadar: rumah sih punya, tapi hidup tetap kayak ngontrak di kota sebelah.
Refleksi: KPR Adalah Kontrak Panjang---Tapi Bukan Kontrak Bahagia
Banyak Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) akhirnya berani ambil KPR karena tergiur DP ringan, cicilan rendah, dan brosur yang penuh bunga. Tapi brosur tidak pernah bilang kalau:
rumahnya di ujung kecamatan yang Google Maps aja nyasar,
belum ada angkot,
sekolah dan puskesmas masih "menyusul tahun depan."
Jadi yang terjadi adalah kontrak rumahnya panjang, tapi kontrak kehidupannya tetap tidak stabil.
Dilema MBR: Punya Rumah Tapi Kehilangan Akses