"Sejarah bukanlah tafsir parsial karena realita bukanlah fakta tunggal. Dalam ketidakjujuran, definisi-definisi akan dibiarkan berjalan menapaki waktu sampai terhenti pada titik yang sesuai selera kekuasaan"
Keburukan bermula dari sebuah ruang sempit pikiran, buram dan getir, tapi tak dibiarkan telanjang. Ia dibungkus dengan berbagai argumentasi seakan tanpa cacat sehingga layaknya sebuah pemikiran yang lahir dari semangat nasionalisme dan kejujuran
Namun dosa tetap saja menjadi noda-noda yang tak akan pernah kering sepanjang zaman, noda yang telah bertahun-tahun melumuri wajah bopeng negeri ini. Ketika tangan-tangan terampil diminta mengusap noda-noda dosa masalah pun bermunculan
Orang-orang yang faham dengan makna hakiki kemanusiaan mulai bersuara lantang. Mereka tak ingin sejarah kemanusiaan di negeri ini dibengkokkan. Apalagi kejahatan kemanusiaan disembunyikan dari fakta sejarah dengan alasan integritas bangsa
Kasus perkosaan  dalam perisitiwa 1998 adalah tragedi yang akan diluputkan dalam penulisan ulang sejarah Indonesia.  Proyek senilai Rp 9 miliar ini akan tuntas menjelang peringatan ke 80 tahun Kemerdekaan Indonesia.
Namun proyek 11 jilid buku sejarah Indonesia yang digagas untuk menjadi rujukan utama dalam pendidikan ini menuai kontroversi. Proyek ini dianggap berpotensi mengulang sejarah yang cenderung hanya berfokus pada narasi kekuasaan
Suara penolakan menggaung dan menggema. Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI), menyuarakan kekhawatiran dan menolak proyek penulisan "sejarah resmi" Indonesia ini. AKSI khawatir proyek ini menghasilkan sejarah yang bias dan tidak objektif
Malah lebih dari itu, AKSI khawatir penulisan ulang sejarah ini dapat digunakan untuk kepentingan politik tertentu. Sekalipun penulisan sejarah ini melibatkan 113 sejarawan dan akademisi, namun sangat terkesan mengabaikan keberagaman perspektif
Menteri Kebudayaan Fadli Zon tetap keukeuh, bahwa kasus perkosaan dalam peristiwa 1998 tidak pernah terjadi secara massal sehingga tidak layak dimuat dalam penulisan ulang sejarah Indonesia. Katanya untuk menjaga integritas bangsa
Fadli Zon pun membeberkan tujuan penulisan ulang sejarah adalah untuk memperbarui narasi sejarah yang belum pernah tersampaikan dan menghadirkan narasi positif sebagai upaya pemersatu bangsa di tengah perbedaan.