Hujan deras menyambut keberangkatan kami pada pagi hari tanggal 28 Juni. Empat motor berjajar di titik kumpul, masing-masing membawa dua jiwa yang telah lama merindukan kebersamaan. Kami adalah anak-anak perantau yang dulunya bertemu dalam naungan organisasi Katolik PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) cabang Bandung. Kini, sebagian masih berjuang di bangku kuliah, sebagian lagi telah terjun ke dunia kerja, namun ikatan persaudaraan tetap mengikat kami dengan erat.
Curug Layung menjadi destinasi pilihan kami kali ini. Bukan sekadar untuk melepas penat, tetapi lebih dari itu untuk menghidupkan kembali nilai-nilai yang telah ditanamkan PMKRI dalam diri kami, khususnya nilai Fraternitas atau persaudaraan.
Perjalanan Dimulai: Ketika Hujan Menjadi Ujian Pertama
Rintik hujan yang mulanya hanya sekadar sapaan pagi, berubah menjadi guyuran deras yang menguji tekad kami. Empat motor melaju pelan namun pasti, masing-masing membawa dua penumpang yang saling berpegangan erat, menembus kabut tipis yang menyelimuti jalanan menuju Curug Layung. Jaket hujan menjadi perlengkapan wajib yang menemani setiap detik perjalanan.
Namun, seperti kata pepatah, setelah badai pasti ada pelangi. Sesampainya di area camping Curug Layung, hujan mulai reda seakan memberikan sambutan hangat untuk petualangan kami. Langit mulai cerah, dan udara segar pegunungan langsung menyapa paru-paru kami yang sudah lama menghirup polusi kota.
Curug Layung: Surga Tersembunyi di Tengah Rimba Pinus
Curug Layung menyajikan pemandangan yang memukau mata. Hamparan pohon pinus menjulang tinggi dengan aroma khas yang menenangkan jiwa. Udara dingin dan sejuk langsung memeluk tubuh kami yang lelah setelah perjalanan panjang. Suara gemericik air dari kejauhan menandakan bahwa air terjun yang kami tuju tidak terlalu jauh hanya sekitar 15 menit berjalan kaki dari area camping.
Kami segera mendirikan tenda-tenda sederhana di antara pepohonan pinus. Suasana yang tenang dan damai membuat hati kami merasa damai. Jauh dari hiruk pikuk kota, jauh dari deadline pekerjaan dan tugas kuliah, kami menemukan ketenangan yang sudah lama kami cari.
Tak lama setelah tenda berdiri, tiga teman perempuan kami dengan setia mulai menyiapkan makanan untuk makan malam. Mereka bekerja sama dengan kompak, saling membantu dalam setiap proses memasak. Suara tawa dan canda mereka menambah kehangatan suasana camping yang sudah terasa begitu nyaman.
Malam yang Penuh Makna: Implementasi Nilai Fraternitas
Ketika malam mulai menyelimuti Curug Layung, api unggun menjadi pusat kehangatan kami. Delapan orang duduk melingkar, wajah-wajah familiar yang telah lama tidak berkumpul lengkap. Inilah saatnya untuk melaksanakan sharing bersama, sebuah tradisi yang selalu kami jaga sebagai implementasi nilai Fraternitas dari PMKRI.