Mohon tunggu...
Andromeda Mercury
Andromeda Mercury Mohon Tunggu... Jurnalis

Adalah seorang jurnalis muda yang hobi design dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Noor Marzuki: Kenaikan Muka Air Laut dan Ancaman Banjir Jakarta

7 Juli 2025   10:45 Diperbarui: 7 Juli 2025   11:13 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Noor Marzuki (Sumber:istimewa)

Perubahan iklim global semakin menunjukkan dampaknya yang nyata terhadap lingkungan, terutama di kawasan pesisir Indonesia. Salah satu isu yang paling mengkhawatirkan adalah kenaikan muka air laut yang terjadi secara bertahap dari tahun ke tahun. Fenomena ini diperparah dengan penurunan permukaan tanah akibat aktivitas manusia, menciptakan ancaman banjir yang semakin besar dan meluas.

Kenaikan permukaan laut mendorong masuknya air ke daratan, terutama saat terjadi pasang maksimum atau badai. Akibatnya, wilayah pesisir menjadi sangat rentan mengalami banjir, baik secara berkala maupun permanen. Risiko ini semakin tinggi seiring dengan bertambahnya tinggi permukaan laut, sehingga cakupan area terdampak pun semakin luas.

Di sisi lain, penurunan permukaan tanah turut memperburuk kondisi. Salah satu penyebab utamanya adalah pengambilan air tanah secara berlebihan, khususnya di wilayah-wilayah padat seperti Jakarta Utara. Data mencatat bahwa penurunan tanah di kawasan ini bisa mencapai sekitar 10 cm per tahun, setara dengan 1 meter dalam kurun waktu 10 tahun. Bila dibiarkan, banjir rob dan genangan berkepanjangan bisa menjadi kondisi normal baru di kawasan pesisir.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, dibutuhkan sistem pemantauan yang andal. Keberadaan stasiun pengamatan pasang surut serta peta rawan banjir yang diperbarui secara berkala menjadi sangat krusial. Data tersebut akan menjadi dasar penting dalam perencanaan tata ruang dan pengelolaan wilayah pesisir.

Selain faktor laut dan tanah, penyebab lain yang tak kalah penting adalah alih fungsi hutan dan kebakaran hutan. Konversi hutan menjadi lahan pertanian, permukiman, atau pembangunan lain mengurangi tutupan hutan secara drastis. Hal ini berdampak pada berkurangnya kemampuan hutan dalam menyerap karbon dan mengganggu pola curah hujan.

Kebakaran hutan juga memberikan kontribusi besar terhadap percepatan perubahan iklim, karena melepaskan gas rumah kaca seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida ke atmosfer. Gas-gas ini memperparah pemanasan global dan mempercepat dampak-dampak iklim ekstrem.

Untuk mengurangi risiko yang semakin kompleks ini, diperlukan langkah-langkah mitigasi yang terencana dan berkelanjutan. Reforestasi, pelarangan pengambilan air tanah berlebihan oleh sektor komersial, serta pengelolaan hutan secara berkelanjutan menjadi kunci dalam menghadapi krisis iklim yang semakin mendesak.

 Foto Noor Marzuki/ Penasihat Menteri PPN/ Kepala Bappenas (Sumber: Freepik) 
 Foto Noor Marzuki/ Penasihat Menteri PPN/ Kepala Bappenas (Sumber: Freepik) 

Demikian disampaikan M. Noor Marzuki, Penasihat Menteri PPN/Kepala Bappenas, dalam pernyataan tertulisnya pada Senin, 7 Juli 2025. Pemerintah didorong untuk segera mengambil kebijakan strategis yang mampu menahan laju kerusakan lingkungan demi menjaga keberlangsungan hidup generasi mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun