Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Wawancara Terakhir

4 Juli 2025   07:46 Diperbarui: 4 Juli 2025   08:17 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Wawancara Terakhir

Pukul 08.45 pagi. Udara kota masih menyimpan embusan dingin sisa hujan semalam. Aku, Rena, duduk di bangku kayu panjang di depan ruang HRD sebuah perusahaan impianku, PT Sentral Teknologi Nusantara. Sebuah perusahaan rintisan (startup) yang sedang naik daun di dunia digital. Posisi yang kuincar adalah Digital Marketing Specialist, posisi yang selama ini aku idam-idamkan.

Aku menatap ponselku. Masih ada lima nama lagi sebelum giliranku dipanggil. Keringat dingin mulai muncul di telapak tanganku. Ini bukan pertama kalinya aku wawancara, tapi entah mengapa, kali ini rasanya berbeda. Ada firasat aneh. Mungkin karena email dari HRD yang singkat dan tanpa basa-basi: "Anda lolos seleksi tahap dua. Harap hadir jam 09.00 untuk wawancara akhir."

Tidak ada penjelasan lebih lanjut. Tidak seperti biasanya.

"Rena Dwi Lestari?" tanya seorang wanita muda dengan seragam putih abu-abu. Wajahnya datar, suaranya rendah, tanpa senyuman. Aku langsung berdiri dan mengikutinya ke dalam ruangan.

Ruangan HRD itu terlihat biasa. Meja kerja, layar komputer, dan foto logo perusahaan di dinding. Namun, nuansanya berbeda. Dingin. Seperti pendingin ruangan yang terlalu rendah, atau mungkin hanya tekanan darahku yang turun.

"Silakan duduk," katanya singkat.

Namaku dicatatnya tanpa tatapan mata. Hanya sesekali ia mengangkat kepala, seolah sedang memindai sesuatu di layar. Aku mencoba menjaga senyum, tapi rasanya sulit. Suasana begitu tegang.

"Apa alasan Anda ingin bekerja di perusahaan kami?"

Pertanyaan standar. Aku menjawab dengan lancar, memadukan pengalaman kerjaku sebelumnya dan antusiasme terhadap perkembangan teknologi. Dia mendengarkan tanpa ekspresi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun