Wayang golek dulunya menjadi media pendidikan sosial, kritik politik, dan pembentuk karakter masyarakat Sunda. Lakon-lakon klasik, petuah punakawan, dan sindiran Semar pernah menjadi medium utama rakyat bicara kepada penguasa. Namun kini, panggung itu seakan mengecil, bahkan nyaris lenyap dari ruang komunikasi publik.
Di sisi lain, kita melihat kemunculan panggung baru yang jauh lebih besar, lebih cepat, dan lebih personal: media sosial. Dan salah satu tokoh yang paling cemerlang menari di atasnya adalah Kang Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat hasil Pilkada 2024.
Pemimpin yang Menyentuh
Tidak banyak pejabat publik yang bisa memanfaatkan kekuatan media digital dengan seefektif beliau. Dengan gaya khasnya---humanis, membumi, dan naratif---KDM hadir langsung di sawah, pasar, pinggir jalan, hingga rumah-rumah warga. Ia tidak hanya memerintah, tapi merangkul.
Beberapa kontennya bahkan viral, termasuk satu yang dikenal luas sebagai guyonan:
"KDM: Kang Duda Merana."
Sebuah plesetan ringan yang justru berasal dari candaan internal krunya sendiri, dan berhasil memancing gelak tawa sekaligus simpati.
Namun kita tahu, Sang Mantan hanyalah bagian kecil dari narasi besar KDM.
Ada begitu banyak momen ketika KDM menyampaikan nilai luhur: tentang kejujuran, kerja keras, hubungan orang tua-anak, hingga keteguhan hidup sederhana di tengah keterbatasan.
Itulah mengapa KDM begitu kuat. Ia tidak hanya tampil---ia menyentuh.
Tetapi, Bagaimana dengan Wayang Golek?
Dalam kejayaan komunikasi digital ini, kita tetap perlu bertanya:
Apakah panggung budaya seperti wayang golek masih punya tempat?
Wayang bukan sekadar seni. Ia adalah warisan. Di dalamnya tersimpan filsafat, sejarah, etika, dan logika orang Nusantara.
Maka akan menjadi sangat penting bila KDM, dengan kekuatan komunikasinya, ikut menghidupkan kembali panggung-panggung tradisi termasuk wayang golek, di campur dengan seni modern.
Bukan hanya panggung digital, tapi juga panggung budaya yang selama ini perlahan ditinggalkan.
Bukan hanya menjangkau pasar dan pemulung, tapi juga menjangkau Semar dan para dalang muda yang butuh ruang berekspresi.